Banyuwangi – Detik dinamika.com // Ketua Aliansi Pemuda Peduli Masyarakat (APPM) menyampaikan pernyataan kritis terhadap maraknya perilaku politik manipulatif yang dinilai serupa dengan karakter Sengkuni dalam dunia pewayangan Jawa. Istilah “Sengkuni” saat ini kembali ramai digunakan publik sebagai sindiran terhadap aktor politik yang kerap menebar fitnah, hoaks, dan adu domba demi kekuasaan.
Dalam perspektif budaya, Sengkuni merupakan tokoh antagonis pewayangan yang sejak lahir dirasuki Batara Dwapara—roh halus dari Kahyangan Argawuni yang dikutuk turun ke dunia akibat kelicikannya. Ia menjelma sebagai Harya Suman, bayi Kerajaan Gandara yang kelak tumbuh menjadi Sengkuni, sosok manipulatif dan haus kuasa.
Setelah mengabdi kepada Prabu Panda Dewanata, Sengkuni memfitnah Patih Gandamana hingga berhasil merebut kekuasaan. Ketua APPM menilai narasi ini relevan dalam konteks kekinian, di mana kecerdasan sering disalahgunakan untuk menjatuhkan pihak lain secara tidak etis.
Menurut APPM, istilah “Sengkuni” kini menjadi idiom sosial yang mencerminkan kritik publik terhadap praktik politik yang menyesatkan. Dalam dunia nyata, banyak pemimpin yang memanfaatkan konflik sebagai alat perebutan kekuasaan, mengabaikan etika dan kepentingan rakyat.
Dalam narasi pewayangan kontemporer, muncul pula figur fiktif Sri Paduka Raja Amas Ketem Wijoyo dari Kraton Dalambangan yang digambarkan sombong dan enggan merangkul para abdi dalem serta Pandito. Kekikirannya menyebabkan krisis kepemimpinan yang menyinggung tatanan sosial kerajaan.
Melihat ketimpangan tersebut, Prabu Jaga Malam bangkit memimpin perlawanan demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Aksi kudeta itu dikenang sebagai Pemberontakan Sungkil Emprit, simbol pembebasan terhadap kepemimpinan yang lalim dan egoistis.
Ketua APPM menilai, kisah tersebut bukan sekadar fiksi pewayangan, tetapi cerminan kondisi aktual bahwa rakyat membutuhkan pemimpin yang adil, bukan yang berkuasa tanpa empati. Kepemimpinan sejati mengandung tanggung jawab, bukan sekadar posisi.
Dengan rilisan ini, APPM mengajak masyarakat—terutama generasi muda—untuk lebih peka terhadap dinamika kekuasaan dan berani menolak praktik politik kotor. Seperti Prabu Jaga Malam, keberanian melawan ketidakadilan adalah bentuk nyata cinta pada bangsa dan rakyat.
Redaksi